https://sleman.times.co.id/
Kopi TIMES

Komunikasi Risiko dalam Kampanye Pangan Lokal

Kamis, 18 Juli 2024 - 20:24
Komunikasi Risiko dalam Kampanye Pangan Lokal Pupung Arifin, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

TIMES SLEMAN, YOGYAKARTA – Perubahan iklim yang saat ini terjadi bukan hanya memberikan ancaman bencana alam, kekeringan, banjir, peningkatan suhu dan kemiskinan, namun juga ancaman pada kebutuhan pangan. Sebagai contoh, ketika bencana La Nina dengan curah hujan yang tinggi, maka banyak petani padi gagal panen karena lahan yang terendam banjir. 

Kondisi tersebut mendorong kita semua untuk melihat kembali potensi pangan lokal. Pangan lokal dikenal memiliki daya tahan yang baik terhadap tekanan air, baik kekurangan maupun kelebihan. Meskipun demikian, potensi ini terancam hilang dan dilupakan karena terpaan pangan instan dan pangan berbasis gluten yang saat ini banyak di pasaran. Maka dengan begitu, kondisi pangan lokal ini cocok dilihat dari kacamata komunikasi risiko.

Telaah komunikasi risiko dalam konteks kampanye publik sudah kerap dilakukan oleh beberapa peneliti. Terlebih pasca pandemi Covid-19 di tahun 2020, mulai banyak bermunculan riset terkait komunikasi risiko dalam ranah kampanye kesehatan. Setidaknya riset oleh Kim & Kreps (2020), Khan dkk. (2022), Adebesi, Rabe & Lii (2021) dan Ihekweazu (2022) menunjukkan adanya tren kajian komunikasi risiko terkait pandemi Covid-19. Selain kampanye komunikasi kesehatan, beberapa riset soal komunikasi risiko juga mencoba menyasar kajian tentang risiko banjir, rokok elektrik, bakteri salmonela, kebakaran hutan dan lain-lain (Garcia dkk., 2021; England dkk., 2021; Tiozzo dkk., 2011; Gore & Knuth, 2010). 

Berdasarkan berbagai kajian yang sudah dilakukan sebelumnya, menarik untuk melihat penerapan prinsip komunikasi risiko pada kampanye kesehatan dan budaya terkait pangan lokal. Seperti diketahui, bahwa saat ini Indonesia merupakan negara kedua di dunia yang memiliki megabiodiversitas atau jumlah kenanekargaman hayati yang sangat banyak (Hanum, 2020). Kekayaan tersebut memberikan peluang akan berlimpahnya sumber pangan lokal seperti singkong, ubi jalar, ubi kayu dan lain sebagainya. 

Meskipun demikian, saat ini sumber pangan lokal masih kalah dengan tepung terigu impor yang mendominasi bahan makanan masyarakat Indonesia (Wicaksono, 2024). Berdasarkan kondisi tersebut, maka telaah soal pangan lokal menjadi menarik untuk dilihat dengan kajian komunikasi risiko. Risiko yang muncul bukan hanya soal ancaman kesehatan, namun juga risiko hilangnya panganan lokal yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu.

Indonesia merupakan negara keempat di dunia yang paling tinggi mengkonsumsi beras. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras tidak diikuti dengan pasokan beras dari dalam negeri. Hal tersebut memicu adanya kebijakan impor beras oleh pemerintah. Data BPS (2024) menunjukkan bahwa impor beras sebesar 3,1 juta ton pada tahun 2023 merupakan yang tertinggi sepanjang lima tahun terakhir. 

Kebijakan impor ini, selain mengancam petani, juga akan menjauhkan masyarakat Indonesia dari kemandirian pangan lokal. Berdasarkan Undang-Undang Pangan, pangan lokal merupakan semua jenis sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai potensi dan kearifan lokal. 

Salah satu tanda adanya ancaman terhadap pangan lokal di Indonesia adalah menurunnya konsumsi pangan masyarakat di daerah pesisir kepulauan kecil. Hal tersebut diakibatkan karena tawaran makanan instan dan varietas bibit hibrida (Budianto, 2023). Padahal Badan Pangan Nasional (NFA) merilis data bahwa Indonesia memiliki hampir seribu keragaman sumber hayati pangan, mulai dari buah-buahan, karbohidrat, protein dan sayuran. Dari aspek ekonomi, pangan lokal tentu akan menggerakkan potensi usaha lokal karena bahan baku yang tersedia di berbagai daerah Indonesia tanpa perlu bergantung pada impor.

Saat ini di Indonesia sudah mulai bermunculan komunitas dan lembaga yang secara aktif mengkampanyekan pangan lokal. Salah satunya di Yogyakarta yang termasuk destinasi wisata favorit di Indonesia. Komunitas tersebut antara Dje Djak Rasa yang aktif mengadakan program walking tour secara khusus terkait kekayaan gastronomi di Yogyakarta. Aspek komunikasi risiko mereka sematkan dalam setiap kegiatan, dalam rangka menjaga pangan local di beberapa daerah di Yogyakarta. (*)

***

*) Oleh : Pupung Arifin, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sleman just now

Welcome to TIMES Sleman

TIMES Sleman is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.