TIMES SLEMAN, JAKARTA – Asap hitam keluar dari cerobong Kapel Sistina, Vatikan, Kamis (8/5/2025) pukul 02.00 dini hari tadi, menandakan Konklaf hari pertama telah selesai, tetapi belum ada Paus yang terpilih.
Dilansir Vatikan News, setidaknya 45.000 orang berkumpul di Lapangan Santo Petrus, menunggu pengumuman untuk Paus ke 276, yang semula diperkirakan akan diumumkan pukul 7 malam (waktu Vatikan), namun baru terjawab asap hitam pukul 9 malam.
Di antara mereka yang berkumpul di alun-alun tersebut adalah Diakon Nicholas Nkoronko asal Tanzania.
"Kami di sini berdoa dan bergabung dengan umat Kristen lainnya, umat Katolik lainnya, untuk berdoa agar Roh Kudus membimbing seluruh proses ini," katanya
"Dari mana pun Paus baru itu berasal", tegas Diakon Nkoronko, "apa pun itu dari Afrika, Asia, Amerika, yang kita butuhkan adalah seorang Paus yang suci. Kita membutuhkan seorang Paus yang akan membimbing Gereja dan akan menjadi gembala Gereja."
Hingga kini semua mata masih tertuju ke Roma saat konklaf untuk memilih paus ke-267 sedang berlangsung.
Konklaf kepausan ini adalah sebuah proses khidmat dan rahasia dimana para kardinal berkumpul untuk memilih pengganti Paus Fransiskus.
Konklaf itu dimulai sejak sore kemarin setelah Misa di Basilika Santo Petrus. Ada 133 kardinal-elektor yang memasuki Kapel Sistina sebelum pemungutan suara pertama.
Disini mereka telah mengucapkan sumpah kerahasiaan sebelum pintu Kapel Sistina ditutup dan para kardinal itu kemudian menjalankan sistem pemungutan suara yang telah berlangsung berabad-abad yang diselimuti kerahasiaan.
Sebenarnya total ada 252 kardinal dari 90 negara. 135 diantaranya adalah Kardinal elektor. Tetapi hanya mereka yang berusia di bawah 80 tahun yang memenuhi syarat untuk memilih pemimpin baru Gereja Katolik itu.
Dua dari 135 kardinal-elektor yang memenuhi syarat telah mengundurkan diri dari konklaf karena alasan kesehatan yakni Antonio Canizares dari Spanyol dan John Njue dari Kenya.
Paus Fransiskus yang meninggal bulan lalu pada usia 88 tahun telah menunjuk 108 dari 135 kardinal-elektor, banyak dari mereka berasal dari negara-negara yang jauh dari pusat kekuasaan tradisional Vatikan di Eropa.
Jumlah Kardinal elektor itu 52 dari Eropa, 23 dari Asia, 21 dari Amerika Tengah dan Selatan, 18 dari Afrika, dan 10 dari Amerika Serikat.
Campuran internasional ini menawarkan perspektif yang lebih global daripada sebelumnya dan membuatnya semakin sulit untuk memprediksi siapa yang akan muncul dari konklaf sebagai paus ke-267 dan pemimpin 1,4 miliar umat Katolik se dunia.
Namun Italia tetap menjadi negara dengan perwakilan terbanyak di Eropa dengan 17 kardinal-elektor. Tetapi jumlah itu jauh dibawah 28 kardinal Italia yang memberikan suara dalam konklaf tahun 2013 lalu saat memilih Jorge Mario Bergoglio sebagai Paus Fransiskus.
Kardinal-elektor tertua adalah Carlos Osoro Sierra dari Spanyol, uskup agung pensiunan dari Madrid, yang akan berusia 80 tahun pada bulan Juni nanti. Sedangkan yang termuda adalah Mykola Bychok kelahiran Ukraina, berusia 45 tahun, yang bertugas di Melbourne, Australia.
Konklaf kali ini juga akan menjadi yang pertama dengan lebih dari 120 kardinal-elektor sejak diperkenalkannya batasan 120 pada tahun 1975 oleh Paus Paulus VI, sebuah aturan yang ditegaskan kembali pada tahun 1996 oleh Paus Yohanes Paulus II.
Konklaf mendatang akan menjadi yang ke-26 yang diadakan di Kapel Sistina, di bawah tatapan lukisan dinding Penghakiman Terakhir karya Michelangelo .
Sesuai tradisi, Vatikan memasang panggung kayu sementara di atas lantai kapel, bersama dengan meja kayu dan kursi kayu ceri dimana 133 kardinal-pemilih akan mengambil tempat.
Para kardinal itu akan memberikan suara maksimal empat kali sehari, dua kali dipagi hari dan dua kali disore hari, hingga satu kandidat memperoleh mayoritas dua pertiga. Paus baru akan membutuhkan dukungan setidaknya 89 kardinal untuk dapat dipilih.
Vatikan juga telah memasang tungku ganda yang memiliki dua tujuan, salah satunya adalah untuk membakar surat suara setelah pemungutan suara dilakukan. Tujuan lain dari pemasangan tungku itu adalah tradisi kuno untuk memberi sinyal kepada dunia apakah putaran pemungutan suara telah menentukan atau tidak.
Jika hasil pemungutan suara tidak meyakinkan, asapnya akan berwarna hitam. Jika seorang paus telah terpilih, asapnya akan berwarna putih dan lonceng akan berbunyi.
Sementara massa tetap akan berkumpul di Lapangan Santo Petrus untuk menyaksikan dari dekat warna asap yang mengepul melalui cerobong asap darurat kapel.
Sinyal asap biasanya terjadi sekitar tengah hari dan sore hari, sekitar pukul 19.00. Tadinya asap pertama dari Kapel Sistina diperkirakan akan terlihat sekitar pukul 19.00 pada hari Rabu.
Pada hari Kamis, sinyal asap pertama bisa terjadi sekitar tengah hari nanti waktu Vatikan, kecuali jika Paus baru terpilih pada putaran pertama pemungutan suara hari itu, dalam hal ini asap putih akan mengepul sekitar pukul 10.30.
Jika pemungutan suara pada Kamis pagi ini tidak meyakinkan, sinyal asap berikutnya diperkirakan akan muncul pada pukul 19.00, kecuali jika Paus baru terpilih pada pemungutan suara sore pertama, dalam hal ini asap putih akan muncul sekitar pukul 17.30. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Asap Hitam Keluar dari Cerobong Kapel Sistina, Menandakan Paus Baru Belum Terpilih
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ronny Wicaksono |