TIMES SLEMAN, YOGYAKARTA – Pada hari Selasa, 16 Januari 2024 dalam persidangan Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar, seorang wanita berinisial (MS) memberontak dan melemparkan kursi usai Majelis Hakim memvonis suaminya (JRP) dalam ruang sidang pada (PN) Pengadilan Negeri Pematangsiantar.
Berdasarkan pantauan di ruang sidang, Wanita tersebut yang pada awalnya duduk di barisan kursi pengunjung kemudian berjalan melewati pembatas dan mengangkat kursi. JRP yang masih duduk di depan hakim berlari ke arah istrinya dan menangkis lemparan kursi ke hakim.
Melihat kejadian tersebut sontak Majelis Hakim keluar dari ruang sidang. Beranjak dari hal tersebut PMKH merupakan hal yang sangat serius untuk diperhatikan berdasarkan laporan Komisi Yudisial pada tahun 2023, terdapat 118 laporan PMKH yang sedang ditangani oleh KY.
Dengan demikian, urgensi PMKH dalam sistem peradilan Indonesia harus mendapatkan perhatian khusus oleh para pihak sebagai upaya mewujudkan integritas dan kebebasan peradilan. Oleh karenanya apa sebenarnya PMKH itu? Seberapa penting PMKH dan bagaimana pengaturannya dalam sistem Indonesia?
Apa itu PMKH?
PMKH (Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Hakim) berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 merupakan “Perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim dan pengadilan”.
Menelisik definisi PMKH dalam peraturan KY tersebut, PMKH merupakan tindakan yang dapat menggerus integritas pengadilan sebagai ruang menemukan keadilan dan penegakan hukum Indonesia.
Unsur-unsur Perbuatan Merendahkan Hakim:
1. Mengganggu Proses Peradilan
Berhubungan dengan berbagai tindakan yang dapat menimbulkan proses persidangan yang tidak berjalan dengan lancar sehingga Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara dapat terhambat. Seperti, Sekolompok oknum yang membuat kegaduhan didalam ruang sidang atau melakukan demonstrasi secara berlebihan
2. Mengancam Keamanan Hakim Baik di Dalam Maupun di Luar Persidangan
Tindak ini merupakan suatu hal yang berdampak langsung pada kondisi hakim baik fisik maupun mental baik berupa teror ke kediaman hakim atau bahkan kekerasan yang dapat menimbulkan luka fisik. Seperti pada kasus tahun 2021 yang terjadi pada seorang penyebar berita hoaks tentang covid-19, Yunus Wahyudi.
Terdakwa nekat menyerang hakim Khamozaru Waruwu dari PN Banyuwangi dengan cara pelaku meloncat ke meja majelis hakim dan hendak memukul majelis hakim. Karena tidak terima terhadap putusan hakim.
3. Menghina Hakim dan Pengadilan
Perilaku menghina hakim merupakan bentuk PMKH yang dimana secara terang terangan melakukan perbuatan atau ucapan yang dapat merendahkan hakim dan pengadilan. Termasuk diantaranya bersuara keras saat hadir ke persidangan, berpakaian tidak sopan maupun mencemarkan nama baik Hakim.
Urgensi PMKH
Perbuatan merendahkan kehormatan hakim adalah tindakan yang sangat penting untuk diperhatikan saat ini. Hakim merupakan sosok penting dalam penegakan sistem hukum di Indonesia sehingga dalam proses persidangan hakim harus mampu berpikir secara tenang dan tidak dalam intervensi oleh pihak manapun.
Pengadilan yang berintegritas haruslah diwujudkan oleh setiap lapisan masyarakat untuk sadar akan pentingnya nilai-nilai dalam pengadilan. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka merefleksikan bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial untuk menjaga keadilan yang dapat dirasakan oleh semua orang.
Dengan demikian, untuk mencegah PMKH, penguatan terhadap keamanan persidangan haruslah diwujudkan oleh setiap pihak, baik masyarakat maupun hakim itu sendiri agar mampu bekerja secara profesional dan bijaksana sehingga kepercayaan publik terhadap hakim dan lembaga peradilan dapat dipandang baik.
Penangan PMKH saat ini dapat diwujudkan oleh setiap masyarakat sesuai pasal 1 angka 6 PP KY Nomor 8 tahun 2013 tentang Advokasi Hakim menjelaskan bahwa pihak yang dapat melaporkan PMKH adalah hakim, pegawai pengadilan dan/atau masyarakat yang mengalami atau mengetahui perbuatan yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Pada akhirnya, kita turut serta dalam membangun sistem peradilan yang adil, kredibel, dan terpercaya. (*)
***
*) Oleh : Mohammad Afsar, Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |