TIMES SLEMAN, YOGYAKARTA – KPU merilis Pilkada akan dilaksanakan pada 27 November 2024 secara serentak. Oleh karenanya, terdapat banyak isu yang perlu menjadi prioritas bagi calon pemimpin di berbagai daerah. Salah satunya ialah isu lingkungan.
Akhir-akhir ini, isu lingkungan banyak mendapat sorotan. Pertama, perubahan iklim yang disebabkan oleh meningkatnya suhu bumi dan pemanasan global. Kedua, pengelolaan sampah yang buruk di beberapa daerah mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Perubahan iklim dapat didefinisikan sebagai perubahan pada parameter iklim seperti temperatur dalam jangka panjang minimal 10-30 tahun. Dampaknya yang kian terasa dalam beberapa tahun terakhir mendorong pemerintah dan para ahli untuk menaruh perhatian serius terhadap fenomena ini.
Berdasarkan temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dari tahun 2021-2050 terhadap 1991-2020 perubahan temperatur signifikan teramati di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Di Jawa, temperatur minimum turun di sebagian besar pantura Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta Jawa Barat bagian tengah.
Sebaliknya, temperatur maksimum meningkat di sebagian besar pantura Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Kalimantan, hari-hari tanpa hujan diproyeksikan meningkat di Kalimantan Tengah dan Selatan, yang menandakan kondisi yang lebih kering dan mengalami peningkatan kekeringan signifikan. Hal serupa diprediksi terjadi di Sumatera Selatan hingga Lampung (BRIN, 2023).
Aktivitas manusia seperti deforestasi dan pertambangan memicu emisi gas rumah kaca yang menjadi penyebab utama perubahan iklim. Fenomena ini membawa ancaman serius bagi kehidupan manusia, seperti kekeringan, banjir, dan tanah longsor yang berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem.
Pengelolaan sampah yang buruk juga menjadi sorotan. Di media sosial, hadirnya beberapa influencer menggerakkan masyarakat mengenai isu sampah. Namun, apabila tanpa disertai analisis mendalam, gerakan relawan tersebut hanya sebatas gali lubang tutup lubang. Isu mengenai lingkungan punya hulu dan hilir. Itulah yang perlu kita analisis secara mendalam.
Kita sangat menyayangkan apabila pemerintah hanya melemparkan tanggung jawab kepada masyarakat untuk mengelola sampah. Padahal, masyarakat pun tidak punya banyak pilihan sebagai konsumen.
Produsen, dalam hal ini pelaku usaha, ikut bertanggung jawab dalam menghasilkan produk berupa plastik atau bahan-bahan yang sulit terurai. Artinya, isu sampah sangatlah kompleks sehingga kita tidak boleh semata-mata menyalahkan masyarakat.
Selain itu, sampah digital yang berdampak pada peningkatan emisi karbon perlu menjadi sorotan. Tidak bisa dinafikan, sampah digital berupa data-data seperti dokumen, foto, video, dan history penelusuran mengonsumsi energi sebesar 7% di tahun 2020 dan menyumbang 900 juta ton emisi Co2 setiap tahun.
Berdasarkan data tersebut, di lingkungan Universitas Ahmad Dahlan yang diinisiasi oleh Badan Eksekutif Universitas Ahmad Dahlan pada 20-27 Desember 2023 melakukan digital clean up. Di sinilah perlunya edukasi berkelanjutan sekaligus mendalam bahwa sampah bukan hanya berbentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk digital.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, calon pemimpin yang akan berkontestasi pada Pilkada 2024 perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, perlunya paradigma man made disaster dalam memahami isu lingkungan. Bencana alam selama ini diyakini berasal dari alam hanya membawa kita pada keyakinan minimnya peran manusia. Padahal, manusia secara sadar menggeser peran alam sebagai penyebab bencana.
Kedua, isu lingkungan jangan hanya dijadikan sebatas komoditas politik untuk meraup suara. Masyarakat akan menagih komitmen tersebut. Apalagi, isu perubahan lingkungan dan pengelolaan sampah merupakan isu yang sangat fundamental sehingga bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sangat mudah untuk melihat integritas dan komitmen seorang pemimpin terhadap lingkungan.
Ketiga, seorang calon pemimpin tidak sebatas mengkampanyekan isu lingkungan, tetapi juga ikut andil terlibat dalam upaya-upaya perbaikan lingkungan. Di sinilah pentingnya etika kenegarawanan. Selain itu, edukasi mengenai penyebab dan dampak lingkungan perlu dilihat sebagai kesatuan utuh agar tidak menghasilkan solusi parsial.
Keempat, sebagai komitmen keberpihakan pada lingkungan, para calon hendaknya meminimalisir penggunaan baliho di jalan. Selain mengganggu pengendara jalan, sampah baliho tidak dapat terurai. Hendaknya para calon pemimpin memberikan teladan dengan memulai gerakan green campaign.
***
*) Oleh : Rendi Herinarso, Presiden Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pilkada dan Kesadaran Lingkungan
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |