TIMES SLEMAN, MALANG – Deretan buah melon seukuran bola baseball menggantung rapi dalam sebuah green house di Desa Durenan, Ngajum, Kabupaten Malang. Melon-melon jenis Sweet Hami itu nampak segar. Dirawat dengan sepenuh hati. Green house itu adalah milik Panetep Bagus Samudro, seorang petani muda yang berkarir di dunia pertanian tanpa ada background pendidikan pertanian.
Di atas lahan miliknya, Bagus memiliki lima green house, masing-masing berukuran sekitar 10 x 23 meter. Setiap bangunan mampu menampung lebih dari 600 batang bibit melon, yang ditanam dengan metode hidroponik. Metode ini dipilih Bagus karena dinilai lebih efisien, aman, dan minim risiko gagal tanam
“Saya memilih green house karena resiko gagal tanam lebih rendah. Tanaman juga terlindungi dari hama dan hujan, sehingga kualitas buah bisa maksimal,” ujarnya saat ditemui di lokasi kebunnya.
Melon yang dibudidayakan Bagus memiliki kualitas premium dengan tingkat kemanisan rata-rata 15 brix. Setiap buah rata-rata berbobot 1 hingga 2 kilogram, menjadikannya salah satu melon favorit di pasar. Harga jualnya pun sepadan, berkisar antara Rp25.000 hingga Rp35.000 per kilogram.
Dalam satu kali panen, setiap green house miliknya mampu menghasilkan sekitar 600 buah melon. Dengan keberhasilan tanam yang mencapai lebih dari 80 persen, Bagus mengantongi pendapatan sekitar Rp11 juta per green house dalam satu siklus tanam. Semua ini dicapai dalam waktu 70 hari sejak bibit ditanam hingga panen dengan jenis melon Sweet Hami.
Kesuksesan ini tidak datang dengan mudah. Bagus mengaku tidak memiliki latar belakang pendidikan pertanian. Semuanya ia pelajari secara otodidak dan diperkuat dengan beberapa pelatihan yang diikutinya.
“Saya tidak sekolah pertanian. Awalnya belajar sendiri, coba-coba, sampai akhirnya tahu cara merawat tanaman agar hasilnya maksimal,” ceritanya.
Namun, keberanian untuk mencoba dan ketekunan merawat tanaman mengantarkannya pada kesuksesan. Kini, Bagus tidak hanya mengembangkan usaha untuk dirinya sendiri. Ia juga mendampingi sekitar 30 green house milik petani lain di desanya yang menerapkan metode serupa.
Ia bahkan membantu para petani dalam pemasaran produk. Bersama sang adik, Bagus memastikan hasil panen petani tidak menumpuk di gudang, melainkan langsung terserap pasar.
“Jadi petani tidak bingung lagi ketika panen,” tambahnya.
Meski menjanjikan, Bagus mengakui metode ini bukan tanpa kendala. Konsistensi perawatan menjadi salah satu tantangan terbesar, karena tanaman dalam green house tetap memerlukan pengawasan ketat. Namun, bagi Bagus, hal ini sebanding dengan keuntungan yang didapat.
Metode hidroponik dan green house terbukti memiliki banyak keunggulan. Selain melindungi tanaman dari hama dan penyakit, cara ini juga lebih efisien dalam pemanfaatan lahan.
“Dengan ruang terbatas, hasilnya bisa lebih maksimal dibanding metode konvensional,” tegasnya.
Kini, Bagus berharap semakin banyak generasi muda yang tertarik pada pertanian modern. Menurutnya, bertani tidak lagi harus identik dengan lumpur dan kerja berat. Dengan inovasi seperti green house dan hidroponik, pertanian bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan sekaligus ramah lingkungan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bagus Samudro, Petani Muda Durenan Ngajum Sukses Budidaya Melon Premium di Green House
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |