TIMES SLEMAN, PACITAN – Program Kambing Bergulir merupakan inovasi sosial yang lahir dari kegelisahan SMPN 1 Donorojo Pacitan, sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan untuk mengatasi siswa yang berpotensi putus sekolah karena keterbatasan biaya.
Program ini menjadi ikhtiar kolektif untuk memastikan tidak ada bangku sekolah yang kosong hanya karena persoalan ekonomi keluarga.
Berawal dari Infak Guru
Menariknya, pembiayaan program ini tidak bersumber dari bantuan pemerintah atau donasi perusahaan besar.
Justru, ia tumbuh dari keikhlasan para guru. Setiap bulan, pendidik di SMPN 1 Donorojo secara rutin menyisihkan sebagian penghasilan mereka melalui infak.
Dana yang terkumpul kemudian diwujudkan dalam bentuk ternak kambing yang diserahkan kepada siswa dari keluarga kurang mampu.
Sumadi, guru senior yang dipercaya sebagai Ketua Program Kambing Bergulir, mengatakan sejak awal program ini dirancang dengan prinsip keberlanjutan.
“Kami tidak ingin memberi bantuan yang langsung habis. Dengan kambing, anak-anak belajar merawat, bertanggung jawab, dan memiliki aset yang nilainya bisa berkembang,” ujar Sumadi, Rabu (24/12/2025).
Setiap tahunnya, sekitar enam hingga delapan ekor kambing disalurkan kepada siswa yang membutuhkan, disesuaikan dengan kemampuan dana yang terkumpul.
Tabungan Hidup untuk Masa Depan
Sistem bergulir menjadi kunci dari program ini. Siswa penerima tidak hanya memelihara kambing, tetapi juga diharapkan mampu mengembangkannya hingga beranak. Dari situlah nilai ekonominya tumbuh.
Hasil ternak tersebut kelak menjadi tabungan strategis saat siswa lulus SMP dan hendak melanjutkan pendidikan ke SMA atau SMK. Dengan cara ini, biaya sekolah tidak lagi menjadi momok yang menakutkan.
Lebih dari sekadar bantuan ekonomi, program ini juga mengajarkan nilai kerja keras, kesabaran, dan tanggung jawab sekaligus pelajaran hidup.
Sekolah yang Hadir untuk Muridnya
Sementara itu, Kepala SMPN 1 Donorojo, Mursito, menyebut Program Kambing Bergulir sebagai wujud nyata kehadiran sekolah dalam kehidupan sosial siswa.
“Sekolah bukan hanya tempat transfer ilmu, tetapi juga ruang untuk menumbuhkan empati. Program ini manfaatnya sangat terasa, bukan hanya bagi siswa, tetapi juga bagi keluarga dan lingkungan sekitar,” tuturnya.
Menurut Mursito, konsistensi para guru dalam menjaga program ini patut diapresiasi. Di tengah keterbatasan, mereka memilih untuk saling menguatkan demi masa depan anak didiknya.
Harapan di Tengah Tantangan
Pacitan dengan kondisi geografis dan ekonomi yang tidak selalu mudah membutuhkan lebih banyak terobosan seperti ini.
Program Kambing Bergulir menjadi bukti bahwa solusi tidak selalu harus mahal atau rumit. Kadang, ia lahir dari kedekatan emosional antara guru dan murid.
Kini, suara kambing dari kandang sederhana milik siswa-siswi Donorojo bukan sekadar penanda aktivitas beternak. Ia menjadi simbol harapan bahwa kemiskinan tidak seharusnya memutus mimpi, dan pendidikan selalu layak diperjuangkan. (*)
| Pewarta | : Yusuf Arifai |
| Editor | : Ronny Wicaksono |