TIMES SLEMAN, YOGYAKARTA – Pembangunan infrastruktur dalam dekade terakhir menjadi fenomena baru semenjak Indonesia merdeka. Dekade terakhir pemerintah menjadikan infrastruktur sebagai jalan untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah dan juga mendorong produktivitas ekonomi nasional dan berharap menarik minat investasi asing. Dengan tujuan itu, pemerintah Indonesia menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama.
Namun, walaupun terdapat banyak manfaat program pembangunan yang didanai oleh APBN juga punya risiko. Crowding out adalah salah satu risiko yang sering diabaikan. Fenomena crowding out adalah kondisi dimana investasi pemerintah yang dikeluarkan secara besar-besaran dapat menghambat investasi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Kondisi ini nyatanya menjadi ancaman bagi pertumbuhan Indonesia dalam jangka waktu panjang.
Pemerintah dalam membangun infrastruktur besar seperti jalan tol, Pelabuhan, bendungan seringkali mengandalkan pinjaman dalam jumlah besar untuk menjalankan proyek-proyek ini. Berbagai instrumen seperti obligasi atau instrumen lainnya menjadikan peningkatan permintaan pemerintah terhadap pasar keuangan. Permintaan terhadap dana yang tersedia di pasar secara simultan akan mendorong meningkatnya suku bunga.
Di sisi lain, sektor swasta akan menghadapi keterbatasan dalam mengakses modal karena tingginya suku bunga. Kendala lain diantaranya adalah ketidaktersediaannya tenaga kerja terampil dan bahan baku. Ketika pemerintah memulai proyek infrastruktur secara massif, permintaan akan sumber daya akan melonjak. Di tengah suku bunga yang tinggi, biaya produksi juga melonjak tinggi. Efek ini yang pada akhirnya menjadikan pihak swasta memilih untuk menunda, mengurangi atau bahkan membatalkan rencana mereka untuk melakukan investasi.
Fenomena ini bukan hanya teori semata, namun terjadi secara nyata di lapangan. Jika investasi swasta melambat, maka pertumbuhan jangka panjang ekonomi Indonesia juga akan terancam. Pertumbuhan ekonomi nasional yang seharusnya ditopang oleh swasta akan berubah menjadi beban fiskal karena meningkatnya utang pemerintah. Utang pemerintah ini yang pada akhirnya mempersempit ruang fiskal Indonesia kedepannya dalam menjalankan program pembangunan selanjutnya.
Rasio Utang pemerintah pada tahun 2019 tercatat sebesar 30% dari PDB Indonesia menjadi 39% pada 2024. Hal ini mencerminkan aktifnya pemerintah dalam menyerap dana pinjaman dan mengurangi ketersediaan dana bagi sektor swasta. Dalam analisis jangka pendek strategi ini cukup efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengendalikan inflasi. Namun efek suku bunga yang tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi sektor swasta.
Pemerintah juga berada di posisi yang problematik. Pemerintah berkeinginan mendorong sekuat mungkin percepatan pertumbuhan ekonomi nasional melalui pembangunan infrastruktur. Namun disisi lain pemerintah juga berkewajiban untuk menyediakan ekosistem yang sehat untuk swasta yang merupakan penggerak ekonomi nasional.
Dalam menghadapi fenomena Crowd Out, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk meminimalisir dampaknya antara lain:
Pertama, pemerintah harus menjaga kesehatan fiskal negara. Pemerintah perlu memilih proyek-proyek yang diprioritaskan berdasarkan manfaat ekonomi yang nyata. Pemerintah harus menjalankan prinsip kehati-hatian dalam mengambil kebijakan penambahan utang sehingga tidak mengurangi akses swasta ke pasar keuangan.
Kedua, pemerintah bisa melibatkan sektor swasta dalam proyek-proyek infrastruktur melalui skema kemitraan publik-swasta. Pihak swasta bukan hanya sebagai penyedia pembiayaan namun juga berperan langsung dalam proyek-proyek tersebut dengan berperan dalam desain, konstruksi dan juga operasional infrastruktur. Dengan demikian sektor beban finansial tidak bertumpu hanya kepada pemerintah namun juga dibagi kepada pihak swasta. Hal ini dapat akan mengurangi tekanan pada pasar keuangan dan juga dapat meningkatkan efisiensi pembangunan.
Ketiga, pemerintah juga bisa mempertimbangkan untuk membedakan sumber pembiayaan berdasarkan jenis pembangunan. Penerbitan obligasi yang spesifik untuk investor internasional dengan waktu jangka panjang dapat mengurangi tekanan pasar keuangan domestik. Dengan demikian akan meminimalisir kenaikan suku bunga yang berdampak pada tingkat investasi swasta.
Kesimpulannya, program pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah memiliki peran penting untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi juga harus diwaspadai program tersebut juga memiliki risiko crowding out yang dapat mengancam pertumbuhan ekonomi nasional jangka panjang. Pemerintah perlu mengambil kebijakan dengan prinsip keseimbangan dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur.
***
*) Oleh : Fitria Nurma Sari, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Hainorrahman |