TIMES SLEMAN, YOGYAKARTA – Bata tergolong merk legend di Indonesia. Namun sayang, perusahaan menghasilkan jenis sepatu ini, tak beroperasi lagi. Bangkrutnya Bata, gara-gara tak tahan menanggung dampak dari krisis akibat pandemi, dan tak mampu mengikuti perubahan minat konsumen terhadap produk sepatu yang begitu cepat di era disruptif.
Ternyata bukan hanya Bata, tak sedikit pabrik lain berskala “raksasa,“ mengalami gulung tikar. Buktinya selama tahun 2024, pabrik berkategori besar telah mengakhiri bisnisnya adalah PT Hung-A Indonesia, PT Dean Shoes, PT Besco Indonesia, PT Eins Trend, PT Matindo Wolrd, PT Simmone Accessary di Bogor, dan PT Wiska Sumedang.
Industri tekstil menemui nasip serupa. Pada tahun yang sama, perusahaan tekstil menutup usahanya, seperti PT Dupantex, PT Alenatex, PT Kusumahadi Santosa, PT Pamor Spinning Mills, PT Kusumaputra Santosa, dan PT Sai Apparel. Selain menyudahi kegiatannya, ada sebagian perusahaan tekstil yang melakukan pemutusan hubungan kerja.
Perusahaan tekstil tersebut melakukan pengurangan tenaga kerja secara masif, karena dilatarbelakangi oleh melemahnya kesehatan perusahaan. Perusahaan tekstil terpaksa menjalani pemutusan hubungan kerja, diantaranya PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex, PT Djohartex, dan PT Pulomas.
Data dipetik dari berbagai sumber, mengenai ambruknya banyak pabrik, menyebabkan ribuan buruh kehilangan pekerjaan. Ketiadaan sumber pendapatan ini, menjerumuskan buruh beserta keluarganya, jatuh pada pusaran kemiskinan. Realitas ancaman kemiskinan, ternyata tidak hanya menimpa buruh. Data lain menunjukkan kelas menengah, juga rentan terpuruk di kubangan kemiskinan.
Ada sebanyak 8,5 juta warga kelompok menengah Indonesia mengalami potensi menjadi masyarakat miskin, bahkan sebagian telah berada pada garis kemiskinan. Belum lagi data yang digelar oleh Badan Pusat Statistik menginfokan 10 juta gen Z telah menganggur. Mereka tidak menempuh pendidikan formal, juga tak bekerja. Kondisi tersebut menambah lubang kemiskinan, semakin lebar di masa yang akan datang.
Problematika peningkatan kemiskinan telah berada di depan mata itu, perlu memperoleh perhatian serius calon kepala daerah. Mereka bersedia memprioritaskan program menyelesaikan masalah melonjaknya kemiskinan dapat sebagai petunjuk, yaitu majunya menjadi calon kepala daerah, sesungguhnya dimotivasi oleh keinginan memperjuangkan kemakmuran masyarakat.
Selanjutnya keseriusan menemukan solusi mengentaskan kemiskinan menjadi pertanda, kehadirannya menjadi calon pemimpin di daerah bisa diamati, dirinya secara tulus mempunyai niat mensejahterahkan warganya.
Manfaat lain dari calon kepala daerah mengedepankan program pengentasan kemiskinan adalah membangun sistem pencegahan dini problem sosial. Realisasi berupa kemampuan mencegah terjadinya kemiskinan berguna membentengi berkembangnya problem sosial, secara logis dirunut dari masalah sosial yang bakal terjadi dengan adanya kemiskinan, adalah kriminalitas.
Penjelasannya ketika ada warga merasa kesulitan memperoleh penghasilan dan pintu mendapatkan rezeki sudah tertutup, maka keterdesakan kebutuhan memaksa dia melakukan jalan pintas dengan mencari uang tidak halal melalui tindakan kriminal.
Masalah lebih kompleks berkaitan problem sosial akibat dari kemiskinan, yaitu terjadinya amuk masa. Berkembangnya kerusuhan yang ditimbulkan oleh kemiskinan secara konseptual dapat dijelaskan dari teori kebutuhan. Seseorang dalam memenuhi kebutuhan dimulai dari kebutuhan dasar atau fisiologis.
Teori ini merupakan teori klasik yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Ahli yang menggunakan pendekatan humanistik ini menjelaskan adanya teori piramida, yaitu sebelum bisa mendapatkan kebutuhan dasar berupa pangan, papan dan sandang, tidak bisa meraih kebutuhan lebih atas lagi, yaitu rasa aman, kasih sayang, penghargaan, dan yang paling atas merupakan aktualisasi diri.
Berkorelasi dengan seseorang yang mengalami kemiskinan, tentu saja kesulitan untuk mencapai kebutuhan dasar. Ketika seseorang tak bisa mencukupi kebutuhan dasar akan menghalangi dirinya menaiki tangga kebutuhan lebih tinggi. Hambatan mendapatkan kebutuhan di atasnya, menjadi penyebab timbulnya frustasi.
Ada teori tambahan yaitu teori frustasi-agresi sebagai pondasi untuk memaparkan, tak mampu memenuhi kebutuhan dasar karena kemiskinan, dapat membentuk frustasi. Rasa frustasi ini akan melahirkan tindakan agresi berwujud amuk massa.
Peristiwa berbeda bisa terjadi. Ketika seseorang merasakan frustasi karena kemiskinan, tidak bisa melampiaskan kepada orang lain, dapat mengarahkan pada tumbuhnya gangguan kesehatan mental. Gejalanya termanifestasi, dia akan menghakimi diri sendiri. Dia akan melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri. Berbagai kasus memperlihatkan, individu tak kuat didera kemiskinan, ada yang nekat melakukan bunuh diri.
Maka sejatinya, calon kepala daerah menggagas tema penanggulangan kemiskinan tersebut, sebenarnya sedang merencanakan pencegahan problem sosial terutama berkenaan dengan kriminalitas, amuk massa dan gangguan kesehatan mental.
Program ini bisa diaplikasikan, karena calon kepala daerah terpilih mempunyai kesempatan menuntaskan janjinya mengatasi kemiskinan, berarti mengantarkan warganya dapat memenuhi kebutuhan fisiologis, sehingga mempunyai peluang mendapat kebutuhan lebih tinggi, berupa rasa aman sampai aktualisasi diri.
Ketika kebutuhan pokok sudah terpenuhi, melakukan tindakan kriminal, amuk massa dan mencelakai diri sendiri bukan pilihan, dengan pertimbangan ada hal esensial lain yang penting untuk dikerjakan, yaitu mewujudkan harapan memenuhi kebutuhan lebih tinggi agar berada pada puncak aktualisasi diri. Proses ini berfaedah memelihara kesehatan mental warga terjaga. Saat kesehatan mental warga terpenuhi, mengakumulasi berkembangnya kesehatan mental komunitas.
Dinamika psikologis kesehatan mental yang terajut dengan baik pada komunitas menumbuhkan kenyamanan, ketentraman dan kebahagiaan bagi masyarakat yang bermukim di suatu daerah. Muaranya adalah situasi ini mengantarkan warga yang terhimpun dalam suatu masyarakat, menjadi manusia yang bermartabat.
Implementasi gagasan pengentasan kemiskinan, bagi masing-masing calon kepala daerah tak sama. Mereka memiliki beragam ide, seperti meningkatkan ekonomi masyarakat melalui jalan memperluas investasi berdampak pada terbukanya kesempatan lapangan pekerjaan, membangun pusat-pusat ekonomi baru melalui industri kreatif, atau mengembangkan kewirausahaan mandiri. Calon kepala daerah mau memilih strategi yang mana? Tergantung dari kapasitas, potensi, dan kemampuan yang dimiliki masing-masing daerah.
Semoga calon kepala daerah mampu menemukan cara yang selaras dengan sumber daya di daerah. Sehingga ketetapan dalam menentukan sumber daya sesuai dengan kondisi lokal, merupakan sarana penting merealisasikan gagasannya. Terutama mengatasi kemiskinan. Dan profil calon kepala daerah sepert ini, seharusnya menjadi pilihan utama pemilih. Amiin.
***
*) Oleh : Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si., Direktur Clinic for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
______
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Hainorrahman |