TIMES SLEMAN, YOGYAKARTA – Jogja Corruption Watch (JCW) mendorong Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menelusuri aliran dana terkait dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. Kasus ini terkait atas putusan bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur dalam kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti.
Penelusuran aliran dana ini diharapkan dilakukan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
“Kejaksaan Agung harus menelusuri aliran dana ini hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung, tidak cukup hanya pada tiga hakim PN Surabaya. Dengan adanya barang bukti uang Rp20 miliar yang berlabel ‘untuk kasasi,’ penting untuk memastikan apakah dana tersebut sudah mengalir ke hakim di tingkat kasasi atau belum,” ujar Baharuddin Kamba, aktivis JCW dalam press release yang dikirim, Jumat (25/10/2025).
Pentingnya penelusuran tersebut didasarkan pada barang bukti yang disita oleh Kejagung, berupa uang sebesar Rp20 miliar dalam bentuk segepok dolar AS yang diberi label "untuk kasasi".
JCW menilai hal ini patut diselidiki lebih lanjut, mengingat Kejagung juga telah menangkap Zarof Ricar (ZR), mantan pejabat MA yang diduga memiliki keterkaitan dengan tiga hakim PN Surabaya yang memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Peran ZR dan dugaan aliran dana suap ini perlu didalami untuk memastikan apakah uang tersebut telah mengalir ke majelis hakim di tingkat kasasi MA atau belum.
JCW juga mengingatkan para hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta, termasuk di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta, agar menjunjung integritas dan menghindari praktik suap.
Menurut JCW, keputusan hakim yang dianggap janggal dan kontroversial harus mendapat pengawasan ketat dari Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial (KY).
Dalam catatan JCW, pada November 2011, terdapat seorang hakim PN Yogyakarta berinisial DJ yang diberhentikan tidak dengan hormat karena terbukti melanggar kode etik dengan meminta fasilitas yang tidak pantas.
Terkait dengan kenaikan gaji dan tunjangan hakim yang telah dipenuhi oleh Presiden Joko Widodo, JCW menyatakan perlunya evaluasi ulang.
“Selain itu, kenaikan gaji dan tunjangan hakim perlu dievaluasi kembali, apakah memang layak diberikan di tengah adanya oknum hakim yang diduga rakus dan menerima suap untuk putusan bebas,” tambah Baharuddin Kamba. (*)
Pewarta | : Rahadian Bagus Priambodo |
Editor | : Deasy Mayasari |