https://sleman.times.co.id/
Berita

Tradisi 1 Suro Nguras Sumur Blandung yang Airnya Dipercaya Sebagai Obat

Minggu, 07 Juli 2024 - 23:46
Tradisi 1 Suro Nguras Sumur Blandung yang Airnya Dipercaya Sebagai Obat Warga Dusun Ngabean bergotongroyong dalam tradisi satu suro nguras Sumur Blandung. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

TIMES SLEMAN, YOGYAKARTA – Tradisi adalah salah satu kekayaan budaya Nusantara yang tidak pernah bisa dipisahkan dari kehidupan terutama bagi masyarakat Jawa. Seperti tradisi nguras Sumur Blandung yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Ngabean, Desa Tegowanuh, Kecamatan Kaloran, Temanggung pada Minggu (7/7/2024).

Puluhan lelaki masyarakat Dusun Ngabean sejak jam 7 pagi sudah berkumpul di area sumur Blandung untuk gotong royong menguras Sumur Blandung. Mereka yang datang ada yang sambil membawa ember, sapu lidi, arit, juga tangga bambu yang dipakai untuk turun ke dalam sumur. Terlihat juga di antara masyarakat Ngabean itu adalah Kepala Dusun Ngabean, Hidayat dan kepala Desa Tegowanuh, Barata Sayoga.

Sumur Blandung dipercaya oleh masyarakat Ngabean, Desa Tegowanuh, sebagai peninggalan Wali. Namun saat ditanyakan siapa nama Wali yang membuat Sumur Blandung, Kepala Dusun Ngabean, Hidayat menjawab tidak tahu nama wali yang membuatnya.

Hanya saja, menurut Hidayat, keberadaan sumur Blandung masih berkaitan dengan keneradaan pasar Wage dan Masjid Kauman yang ada di Desa Tegowanuh.

Sumur Blandung memiliki garis lingkar berukuran antara 2-3 meter dengan kedalaman sekira 3 meter. Di tepian garis lingkar Sumur Blandung dikelilingi oleh akar pepohonan yang banyak tumbuh di sekitar area sumur. Di sebelah Sumur Blandung terdapat bangunan masjid yang dibangun 20 tahun yang lalu. Di sebelahnya lagi, diantara rerumpun bambu yang lebat terdapat makam tua yang temboknya sudah berlumut. Kepala Dusun Ngabean, Hidayat (58 thn) menyebut jika makam itu adalah makam Kiai Cukil dan Nyai Cukil.

tradisi-satu-suro-nguras-Sumur-Blandung-a.jpgKepala Desa Tegowanuh, Barata Sayoga, didampingi tokoh agama saat bancakan usai melakukan tradisi Nguras Sumur Blandung. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

“Dulu, di pinggir sumur itu juga ada pohon Wungu yang berukuran besar dan berusia ratusan tahun, tapi pohon itu sudah roboh,” kata Hidayat (58 tahun), Kepala Dusun Ngabean.

“Sejak saya kecil sumur ini sudah ada,” ujar Hidayat. “Bahkan sejak zaman simbah simbah saya, Sumur Blandung sudah ada,” sambungnya.

Hidayat bercerita, tradisi nguras sumur Blandung ini sudah sejak dulu dilakukan oleh warga Dusun Ngabean setiap tanggal 1 Suro yang tahun ini jatuh pada hari Minggu tanggal 7 Juli 2024. Oleh masyarakat Dusun Ngabean, air jernih dari Sumur Blandung ketika usai dikuras, dipercaya bisa mengobati beragam penyakit. Utamanya penyakit dalam. Selain itu, air dari Sumur Blandung jika dimasak tidak bisa mendidih, ujarnya.

Hidayat mengungkapkan Sejak dulu masyarakat Ngabean dikenal sebagai pundi; pembuat gerabah. Pundi itu bahannya dari tanah liat untuk dibuat genteng, kuali, blengker, dan alat rumah tangga lain. Nah itu cikalnya dusun ini mendapat julukan sebagai dusun pengrajin gerabah adalah Kiai Cukil dan Nyai Cukil. Nah, alatnya untuk mengambil tanah ‘kan sederhana hanya memakai cukil.

“Mungkin,” kata Hidayat, “Kiai Cukil dan Nyai Cukil ini orang pertama yang merumat keberadaan Sumur Blandung ini.”


Prosesi Ritual Nguras Sumur Blandung

Prosesi Tradisi satu Suro Nguras Sumur Blandung dimulai sejak jam 7 pagi. Para kaum lelaki berjajar dari tepian batas jalan hingga ke bibir sumur. Ada beberapa orang yang bertugas di dalam sumur mengambil air dengan timba lalu secara estafet air dari timba plastik yang berjumlah banyak itu dibuang dengan cara berantai, lelaki yang posisinya paling akhir dari rantaian estafet itu bertugas membuang air sumur ke parit yang terletak di seberang masjid.

Aktivitas itu dilakukan berulang ulang hingga tengah hari. Namun karena tradisi Nguras Sumur Blandung itu dilakukan dengan riang gembira, maka suasananya menjadi sangat meriah, penuh dengan gelak tawa dan canda. Di antara mereka bahkan ada yang saling siram air dari sumur ke tubuh temannya. Utamanya warga yang masih berusia muda.

Di area yang lain sekitar sumur ada juga yang menyapu sampah reruntuhan dedaunan, lantas membakarnya. Ada juga yang bertugas membersihkan makam. Setiap warga sepertinya sudah hapal dengan tugasnya masing masing, karena ritual nguras Sumur Blandung ini memang sudah dilakukan sejak turun temurun.

tradisi-satu-suro-nguras-Sumur-Blandung-b.jpgAir jernih dari Sumur Blandung yang siap diminum oleh warga Dusun Ngabean.(Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

Usai air sumur terkuras habis, dan dasar sumur kering. Dari dinding sumur mengalir sekitar 5 sumber mata air dari tepian sumur. Bening. Jernih. Sehingga Sumur Blandung perlahan  terisi air kembali.

“Saat musim kemarau, air Sumur Blandung tidak pernah mengering,” kata Tumi, warga Dusun Ngabean yang ikut bergotongroyong.

Usai air sumur berisi kembali dengan air yang bening, masyarakat Dusun Ngabean, utamanya kaum perempuan saling bergantian mengulungkan tumbler, dan botol bekas air mineral kepada para lelaki yang masih berada di dasar sumur untuk meminta air dari Sumur Blandung. Banyak juga warga yang antri untuk meminta air yang akan diminum langsung. Mungkin karena dipercaya bisa dijadikan obat.

Karena penasaran dengan air dari Sumur Blandung, saya ikut mencoba meminta pada seseorang. Saat saya meminumnya, rasanya memang segar. Dingin seperti baru keluar dari kulkas, dan beraroma tanah. Lebih tepatnya beraroma lumpur. Mungkin itu sebabnya kenapa air Sumur Blandung tidak dijadikan sebagai sumber mata air yang digunakan sehari hari. Karena setiap warga yang saya tanyai, mereka hanya menjawab sumur itu keramat.

Jadi, keberadaan sumur Blandung, hanya dikuras setiap tahun sekali pada satu suro. Setelah airnya kering dan muncul kembali air baru yang jernih dari sumber mata air dari dalam sumur, airnya dibiarkan lagi oleh warga. Sehingga permukaan sumur akan dikotori kembali oleh dedaunan yang gugur dari pohon pohon yang menaungi area sumur.

Air jernih dari sumur Blandung itu tidak hanya diminum oleh warga, melainkan juga digunakan untuk ritual memandikan jaran kepang. Menurut Rumidi (85 thn), tokoh kesenian yang bertugas memandikan jaran kepang; agar mendapatkan berkah. Karena air dari Sumur Blandung juga bisa menyehatkan badan bagi siapa saja yang mempercayainya.

Dusun Ngabean, menurut Mbah Rumidi, mempunyai grup jathilan yang masih tetap dijaga eksistensinya sebagai kesenian rakyat Desa Tegowanuh.

Sementara prosesi memandikan Jaran Kepang berlangsung, kaum perempuan warga Dusun Ngabean berdatangan ke area sekitar Sumur Blandung sambil membawa ambengan, dan nasi megono, juga ada yang membawa dawet. Ada juga yang membawa tenong berisi nasi dan lauk. Semua makanan dan dawet yang dibawa, ditaruh di jalan yang melingkari area sumur Blandung lalu  didoakan oleh tokoh agama untuk disantap bersama.

Sebelum acara bancakan atau selametan dimulai, Kepala Desa Tegowanuh, Barata Sayoga, mengatakan, “si dunia ini hanya ada dua. Berpasangan. Ada lelaki ada perempuan. Ada yang nyata ada yang goib. Jadi antara yang goib dan nyata dijadikan satu agar selaras,” begitu katanya diplomatis.

“Di sini dulu ada batu tempat wali bertapa,” kata Barata Sayoga. Namun saat ditanya nama wali yang bertapa, jawabannya senada dengan apa yang diungkapkan oleh Kepala Dusun Ngabean, Hidayat.

Barata Sayoga juga mengatakan bahwa, air sumur ini kalau direbus tidak bisa mendidih. Air sumur ini dipercaya untuk pengobatan. Menurut Barata Sayoga, kepercayaan dan keyakinan ini sudah ada bahkan sebelum semua lahir.

"Bahkan sejak zaman simbah simbah kami sudah ada. Makanya, kenapa nguras Sumur Blandung ini tidak boleh menggunakan mesin pompa untuk menyedot, karena untuk menjaga kerukunan warga agar bisa guyub, saling bekerja sama, bergotong royong, saling menghormati," jelasnya.

"Juga sebagai bentuk rasa syukur pada Tuhan karena masyarakat Dusun Ngabean, Desa Tegowanuh telah diberikan keharmonisan, kerukunan, rejeki yang baik, juga kesehatan dan lingkungan yang baik. Jadi, pesan moral atas warisan leluhur berupa Sumur Blandung ini sangat baik bagi masyarakat Desa Tegowanuh," pungkas Kepala Desa Tegowanuh, Barata Sayoga. (*)

Pewarta : Eko Susanto
Editor : Irfan Anshori
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sleman just now

Welcome to TIMES Sleman

TIMES Sleman is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.