Berita

Arief Gunawan Kupas Tongkat Estafet PDI Perjuangan Pasca Megawati 

Jumat, 16 April 2021 - 10:14
Arief Gunawan Kupas Tongkat Estafet PDI Perjuangan Pasca Megawati  Wartawan senior, Arief Gunawan. (FOTO: Dok. Opini.id)

TIMES SLEMAN, JAKARTA – Wartawan senior, Arief Gunawan, menilai bahwa partai politik di Indonesia hari ini umumnya mengalami set back dengan tata kelola feodal karena dijalankan manajemen perusahaan keluarga.

"PDIP yang mengakar pada PNI selain set back, kini sudah kehilangan pesona sejarahnya," kata Arief, Jumat (16/4/2021). 

Dia menyoroti elit-elit PDI Perjuangan bertikai bukan karena benturan garis perjuangan untuk mewujudkan ajaran Sukarno. Namun lebih banyak terlibat dalam korupsi.

"Yang aktual antara lain kasus korupsi Bansos Covid-19 yang melibatkan Juliari Batubara dan elit lainnya di partai itu," tandasnya. 

Lebih lanjut, Arief melihat hal ini berbeda dengan embrio yang melahirkannya, yaitu PNI, di mana sejak 1930-an hingga 1960-an para elitnya berkonflik karena penafsiran garis perjuangan.

Timbul-tenggelam dengan nama-nama seperti PNI Pendidikan di bawah Bung Hatta, PNI Asu (Ali Sastroamidjojo-Surachman), PNI Osa-Usep (Osa Maliki-Usep Ranawidjaya), PNI Supeni, PNI Marhaenisme, dan lain sebagainya.

Arief menambahkan, bahwa PNI yang didirikan oleh Sukarno pada 1927, adalah partai terbuka yang menentang feodalisme dan tidak dikelola seperti perusahaan keluarga. Para pendirinya dari berbagai tokoh dan tongkat estafetnya dipegang secara bergantian.

Terdapat nama-nama seperti Tjipto Mangunkusumo, Mr Sartono, Mr Sunaryo, Ali Sastroamidjojo, dan lainnya, selain Sukarno.

"Set back karena feodal dan gelisah adalah gambaran PDIP saat ini yang dibayangi oleh pertanyaan, siapa yang akan menjadi pengendali partai kalau Megawati pensiun dari politik?" ungkapnya. 

Dirinya menilai jika trah Sukarno yang disebut-sebut penerus tongkat estafet PDI Perjuangan seperti Puan dan Prananda, ironisnya kini lebih banyak dikenal publik sebagai penikmat kekuasaan, ketimbang memperjuangkan ideologi Soekarno. Prananda, jelas Arief, dianggap tidak memiliki leadership. 

"Meskipun ngerti sejarah ia tipe yang gamang jika harus tampil di muka publik.

Dibandingkan dengan Puan, ia sosok yang dimunculkan belakangan oleh Mega, setelah Puti, anak Guntur Sukarnoputra yang dikasih tempat sebentar di panggung PDIP," ucapnya.

Puan Maharani sendiri, jelas Arief, dianggap memiliki tendensi negatif yang dapat membenamkan PDI Perjuangan. Antara lain karena kiprahnya sebagai Ketua DPR yang terekam dalam memori publik dengan catatan negatif.

Di sisi lain nama Budi Gunawan yang memiliki kedekatan dengan Megawati dianggap tidak identik dengan Sukarnoisme. Apabila dipaksakan berpotensi menimbulkan resistensi di kalangan faksi-faksi internal PDI Perjuangan yang sangat majemuk.

Nama-nama lain yang juga dispekulasikan bakal menduduki pucuk pimpinan tertinggi PDI Perjuangan adalah Pramono Anung, pemain bisnis merangkap politisi, Hasto Kristiyanto, aktivis dari poros minoritas, dan Komarudin Watubun.

Sedangkan Ganjar Pranowo dianggap off side oleh Mega karena jauh-jauh hari sudah nyelonong mempersiapkan diri jadi capres.

"Publik pun tahu jika dirunut nama-nama tersebut di atas bukanlah merupakan sosok yang memiliki track record yang konkret dalam memperjuangkan Sukarnoisme, terutama dalam mengaplikasikan ajaran Trisakti," beber Arief. 

Selain harus mengubah model manajemen partai yang seperti perusahaan keluarga, Arief menyarankan agar PDI Perjuangan juga harus mengubah model nasionalismenya yang selama ini sekedar nasionalisme panggung, nasionalisme poster, dan nasionalisme yang menjual jargon Sukarnoisme belaka, jika tidak ingin tenggelam dan semakin kehilangan kepercayaan rakyat.

"Model nasionalisme seperti ini bukan saja harus ditinggalkan, tetapi juga tidak memberikan makna pendidikan politik apa-apa kepada rakyat, selain menghidup-hidupkan romantika sejarah," ujarnya. 

"Critical point-nya adalah cita-cita politik PNI 1927 seharusnya dihidupkan kembali. PDI Perjuangan harus mengikuti khittah PNI 1927 yang merupakan partai terbuka. Inilah salah satu tugas sejarah Megawati saat ini," terang Arief Gunawan(*)

Pewarta : Lely Yuana
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sleman just now

Welcome to TIMES Sleman

TIMES Sleman is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.